Ketapang (Kalbar Sepekan) – Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Ketapang semakin menjamur. Setelah maraknya aktivitas PETI di Kecamatan Matan Hilir Selatan (MHS), kini aktivitas serupa kembali ditemukan di hutan Dusun Mekar Jaya, Kecamatan Sungai Melayu Rayak. Kondisi ini semakin mengkhawatirkan karena aktivitas ilegal tersebut telah berlangsung bertahun-tahun dan menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius.
Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI), yang melakukan investigasi di lokasi, menemukan belasan mesin dompeng yang digunakan untuk menambang emas secara ilegal. Aktivitas ini diduga kuat melibatkan pengusaha besar yang beroperasi tanpa izin resmi.
Menurut Jumadi, perwakilan LAKI, kegiatan PETI ini terus dibiarkan tanpa adanya tindakan tegas dari pihak berwenang. Ia menyoroti dampak negatif yang semakin nyata dirasakan oleh masyarakat sekitar.
“Hutan semakin rusak, pencemaran makin parah, dan dampaknya mulai dirasakan langsung oleh masyarakat. Jangan ada pembiaran, mereka melanggar hukum, tangkap dan adili,” tegasnya, Sabtu (14/3/2025).
Dari hasil investigasi, LAKI menemukan dua nama yang diduga sebagai pengusaha tambang ilegal di lokasi tersebut. Keduanya dikabarkan berasal dari warga setempat.
PETI di Ketapang Merajalela, Lokasi Bertambah
Tak hanya di Kecamatan Sungai Melayu Rayak, aktivitas PETI juga masih berlangsung di beberapa kecamatan lain, termasuk Matan Hilir Selatan dan Tumbang Titi. Seorang warga yang enggan disebut namanya mengungkapkan bahwa sejumlah titik masih menjadi lokasi utama aktivitas PETI.
“Di Km 21, Km 26, Km 27, Inhutani Luar, Dalam, Keruing, Jaka, Padang Kuning, Padang Bunge, Doyok, Danau Panjang, masih banyak sekali alat berat yang digunakan untuk menambang emas secara ilegal,” ungkapnya.
Warga tersebut juga mempertanyakan keseriusan pihak kepolisian dalam menindak aktivitas PETI. Ia menilai, meskipun Polres Ketapang sudah melakukan berbagai upaya, termasuk imbauan dan pemasangan spanduk larangan yang mencantumkan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda hingga Rp 100 miliar, aktivitas PETI tetap berlangsung tanpa kendala.
“Aktivitas PETI ini seolah menantang aparat karena dilakukan secara terang-terangan, bahkan di lokasi yang sudah ditertibkan, kini mulai beroperasi lagi,” cetusnya.
Respons Aparat dan Tantangan Penertiban
Saat dikonfirmasi, Kapolres Ketapang, AKBP Setiadi, menyatakan bahwa pihaknya akan segera menindaklanjuti laporan masyarakat terkait maraknya PETI di wilayahnya.
“Akan segera kami cek, terima kasih infonya,” ujarnya melalui pesan WhatsApp kepada wartawan.
Namun, ia menegaskan bahwa upaya penertiban PETI membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak. Menurutnya, permasalahan PETI tidak bisa hanya ditangani oleh kepolisian, melainkan harus melibatkan instansi terkait dan pemerintah daerah.
“Sebenarnya perlu sinergi beberapa instansi. Bila hanya kami yang melaksanakan penertiban, hasilnya juga belum tentu maksimal karena melibatkan banyak aspek, baik dari pihak masyarakat maupun pemerintah,” jelasnya.
Kapolres menambahkan bahwa PETI adalah masalah kompleks yang tidak hanya berkaitan dengan hukum, tetapi juga kondisi sosial ekonomi masyarakat. Banyak warga yang menggantungkan hidupnya pada aktivitas tambang ilegal karena terbatasnya lapangan pekerjaan di daerah tersebut.
“Masalah PETI ini tidak hanya soal hukum, tetapi juga terkait dengan kondisi masyarakat dan kebijakan pemerintah daerah. Perlu solusi yang lebih menyeluruh agar mereka tidak terus menerus bergantung pada tambang ilegal,” tambahnya.
Sementara itu, masyarakat berharap agar pemerintah daerah dan instansi terkait segera mengambil langkah konkret untuk menghentikan aktivitas PETI yang semakin merusak lingkungan dan membahayakan keberlangsungan hidup warga sekitar. Jika dibiarkan terus berlanjut, dampak lingkungan yang ditimbulkan akan semakin sulit untuk dipulihkan.