Sambas (Kalbar Sepekan) – Upaya menyelesaikan permasalahan tapal batas yang telah berlangsung selama bertahun-tahun, masyarakat Desa Santaban, Kecamatan Sajingan Besar, dan Desa Sijang, Kecamatan Galing, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, menggelar ritual adat Tahi Tangah Benteng. Ritual ini diadakan untuk memohon restu leluhur dan mencari solusi damai atas konflik batas wilayah yang telah menimbulkan ketegangan di antara kedua desa tersebut.
Ritual adat Tahi Tangah Benteng dilaksanakan pada Sabtu, 25 Januari 2025, di Titik Kumpul Rumah Adat Binua, Desa Santaban, Kecamatan Sajingan Besar. Kegiatan ini menjadi simbol persatuan serta ikhtiar bersama dalam mencari penyelesaian konflik secara adat dan musyawarah. Sejumlah tokoh masyarakat, pemuka adat, dan warga dari kedua desa hadir dalam ritual ini, bersama dengan aparat keamanan setempat untuk memastikan jalannya acara dengan aman dan kondusif.
Dalam pelaksanaan ritual, masyarakat dari kedua desa melakukan pemasangan pagar adat di depan akses jalan perusahaan. Langkah ini diambil untuk mencegah aktivitas yang berpotensi memperburuk situasi dan sebagai bentuk simbolis dalam menjaga batas wilayah yang tengah diperselisihkan. Kepala Desa Santaban, Tedy, menegaskan bahwa ritual ini bertujuan untuk menciptakan keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat.
“Kami berharap bahwa kegiatan ini dapat membantu menyelesaikan permasalahan tapal batas dan menjaga keamanan di wilayah desa,” ujar Tedy kepada wartawan, Kamis (6/3/2025). Ia juga menyampaikan harapannya agar semua pihak dapat menerima hasil dari musyawarah adat dengan baik demi keharmonisan bersama.
Di sisi lain, Bhabinkamtibmas Desa Santaban, Bripka Irwansyah, juga mengungkapkan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keamanan dan ketertiban di desa mereka. Menurutnya, keterlibatan masyarakat dalam menyelesaikan masalah secara adat menunjukkan nilai-nilai kearifan lokal yang masih dijunjung tinggi oleh warga setempat.
“Kami berharap bahwa kegiatan ini dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat dan menjaga keamanan di wilayah desa,” kata Bripka Irwansyah.
Selain sebagai upaya penyelesaian konflik, ritual adat ini juga menjadi bagian dari pelestarian budaya lokal yang diwariskan turun-temurun. Masyarakat berharap bahwa dengan adanya ritual ini, penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara damai tanpa adanya konflik lebih lanjut yang bisa merugikan kedua belah pihak.
Ritual adat Tahi Tangah Benteng berjalan dengan lancar dan penuh hikmat. Masyarakat dari kedua desa berpartisipasi dengan semangat kebersamaan, menunjukkan niat baik untuk mencapai kesepakatan yang adil dan harmonis. Aparat keamanan turut mengawal jalannya kegiatan ini guna memastikan tidak ada gangguan yang dapat menghambat proses perdamaian.
Ke depan, masyarakat Desa Santaban dan Desa Sijang berharap agar pemerintah daerah dapat ikut andil dalam memberikan solusi terbaik terkait permasalahan tapal batas ini. Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, diharapkan konflik serupa tidak kembali terjadi di masa mendatang dan masyarakat dapat hidup berdampingan dalam suasana yang damai.
Dengan pelaksanaan ritual adat ini, diharapkan nilai-nilai kearifan lokal terus dilestarikan dan menjadi pedoman dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat. Tahi Tangah Benteng menjadi bukti bahwa budaya dapat menjadi jembatan perdamaian dalam menyelesaikan konflik yang berkepanjangan.