Pontianak (Kalbar Sepekan) – Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) mengintensifkan langkah pencegahan terhadap penyebaran African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika. Adapun himbauan tersebut ditujukan kepada seluruh peternak babi untuk meningkatkan penerapan biosekuriti guna melindungi populasi ternak babi dari ancaman penyakit mematikan tersebut.
Kepala Disbunnak Kalbar, Heronimus Herodi, menyampaikan bahwa ASF merupakan penyakit dikenal menyerang babi domestik maupun liar dan dapat menyebabkan sehingga dapat kerugian ekonomi yang sangat besar. “Kami mengajak para peternak untuk menerapkan biosekuriti secara ketat sebagai langkah pencegahan utama terhadap penyakit ASF,” ujar Heronimus, Sabtu (21/12/2024).
Penyebaran dan Dampak ASF di Kalimantan Barat
Sementara penyebaran ASF pertama kali terdeteksi di Kalimantan Barat pada September 2021, ASF telah menyebar ke 12 dari 14 kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Barat. Penyakit tersebut pula menyebabkan penurunan populasi ternak babi secara signifikan, berdampak pada ketersediaan bibit ternak, dan mengancam perekonomian peternak kecil.
“Penyakit ASF tidak menular ke manusia karena bukan penyakit zoonosis, tetapi penularannya sangat cepat di kalangan babi dan tingkat kematian mencapai hampir 100 persen. Hingga saat ini, belum ditemukan vaksin maupun obat untuk ASF,” jelas Heronimus.
Sementara itu kasus ASF di Kalimantan Barat memang sudah menurun sampai dengan saat ini. Namun, laporan terbaru dari Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (BKHIT) Kalbar mencatat adanya wabah ASF di Serian, Sarawak, Malaysia, yang berbatasan langsung dengan Kalbar. Tentunya informasi ini meningkatkan kewaspadaan pemerintah untuk mencegah penyebaran ASF tersebut lebih lanjut.
Langkah-langkah Pencegahan Biosekuriti
Dalam rangka melalukan upaya tersebut Disbunnak Kalbar menekankan penerapan biosekuriti yang ketat sebagai kunci pencegahan. Beberapa langkah yang dianjurkan antara lain:
- Pembersihan dan Desinfeksi
Tentunya melakukan desinfeksi rutin pada kandang, tempat pakan, alat kandang, dan kendaraan yang keluar-masuk area peternakan. - Isolasi Ternak
Kemudian memisahkan babi yang sakit dan yang baru datang selama 14 hari sebelum digabungkan dengan populasi lainnya. - Pembatasan Akses
Dalam hal tersebut pula melarang orang yang tidak berkepentingan masuk ke area peternakan. Pagar, tanda larangan, dan paranet digunakan untuk membatasi pergerakan hewan liar. - Higienitas Pribadi
Selain dari pada itu peternak sendiri diminta memakai alas kaki dan pakaian khusus di area kandang, serta mencuci tangan sebelum dan sesudah masuk kandang. - Pelaporan Kasus
Apabila ternaknya mengalami gejala ASF peternak diwajibkan segera melaporkan babi yang sakit atau mati dalam jumlah besar kepada petugas kesehatan hewan terdekat.
Sumber Bibit Ternak yang Aman
Dalam kesempatan tersebut pula, Heronimus mengingatkan pentingnya memastikan sumber bibit ternak yang sehat dengan dokumen resmi seperti Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) atau sertifikat veteriner. Langkah ini diharapkan mencegah masuknya babi yang berpotensi membawa virus ASF ke wilayah Kalimantan Barat.
Komitmen Disbunnak dalam Pengawasan
Dengan demikian Disbunnak Kalbar terus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak untuk memantau dan mencegah penyebaran ASF. “Langkah pencegahan ini harus dilakukan bersama-sama antara pemerintah, peternak, dan masyarakat umum. Kami berkomitmen melindungi sektor peternakan dari ancaman ASF,” tutup Heronimus.
Tentunya dengan penerapan langkah-langkah tersebut, Pemerintah dapat melakukan pencegahan penyebaran ASF juga dapat diminimalkan dan populasi ternak babi di Kalimantan Barat dapat kembali pulih, sehingga kesejahteraan peternak dapat terjaga.